BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Desentralisasi
merupakan fenomena yang kompleks dan sulit didefinisikan secara tegas.
Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat terdesentralisasi. Pemerintah
daerah bertanggungjawab atas sepertiga belanja negara dan setengah dari
anggaran pembangunan. Pengeluaran dalam bidang pendidikan, kesehatan dan
penyediaan infrastruktur juga merupakan tanggungjawab pemerintah daerah. Bahkan
tega perempat dari pegawai negeri bekerja untuk pemerintah daerah. Fakta ini
menempatkan Indonesia sebagai negara yang lebih terdesentralisasi dari kondisi
rata-rata negara OECD dan negara Asia Timur lainnya, kecuali Cina. Bahkan
sebegitu terdesentralisasinya Indonesia, sehingga pemerintahan hanya akan
berfungsi dengan baik, jika desentralisasi dapat berjalan dengan baik.
Jika
desentralisasi berjalan secara tertatih-tatih, maka berbagia penyediaan layanan
publik, seperti kesehatan dan pendidikan, akan mengalami hambatan yang cukup
berarti. Akibatnya kesenjangan antara si kaya dan si miskin akan semakin
menajam. Bahkan stabilitas makro ekonomi dapat terancam karenanya. Berbagai
pengalaman di Filifina dan kolumbia menunjukkan, bagaimana lemahnya kerangka
desentralisasi yang dibangun dapat menyababkan penurunan dalam penyediaan
layanan publik. Berbagai permasalahan makra ekonomi di Argentina dan Brasilia,
sebagian besar juga dapat dikaitkan dengan buruknya pelaksanaan desentralisasi.
Salah
satu hal penting dalam desentralisasi di Indonesi di tahun 1999 adalah
desentralisasi fiskal. Secara teori, desentralisasi fiskal adalah pemindahan
kekuasaan untuk mengumpulkan dan mengelola sumber daya finansial dan fiskal.
Desentralisasi fiskal dapat dijadikan sebagai indikator mengenai berjalannya
kebijakan desentralisasi. Sejarah telah mencacat bahwa pada akhir tahun
1970-an, indonesia melakukan desentralisasi dibidang kesehatan namun tidak
disertai dengan desentralisasi fiskal. Akibatnya tidak terjadi pemindahan
wewenang dari pemerintah pusat ke daerah. Bagian ini mengkaji apakah kebijakan
desentralisasi fiskal berjalan, dan berusaha memahami prospek pembangunan
kesahatan dalam era desentralisasi.
2. Rumusan masalah
1)
Bagaimana proses
sistem desntralisasi kesehatan di Indonesia?
2)
Apa saja hambatan
dari proses sistem desentralisasi kesehatan di Indonesia?
3)
Bagaimana dampak
sistem desentralisasi kesehatan di Indonesia?
4)
Bagaimana peran
serta masyarakat dalam mendukung kebijakan desentralisasi?
3. Tujuan penulisan
1)
Untuk mengetahui
proses sistem desentralisasi kesehatan di Indonesia
2)
Untuk mengetahui
hambatan dari proses sistem desentralisasi kesehatan di Indonesia.
3)
Untuk mengetahui
dampak sistem desentralisasi kesehatan di Indonesia.
4)
Untuk mengetahui
peran serta masyarakat dalam mendukung kebijakan desentralisasi.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sistem Desentralisasi
Sistem
desentralisasi yang sekarang ini berlaku di Indonesia, membawa perubahan
tersendiri dalam pembangunan kesehatan di Indonesia. Sesuai Undang-Undang nomor
23 tahun 1992 tentang kesehatan telah dicantumkan bahwa tujuan nasional
pembangunan kesehatan adalah terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang
optimal berupa keadaan sejahteraan dari badan, jiwa dan sosial yang optimal,
yang memungkinkan orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis, untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, bagi masyarakat diselenggarakan
upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pentembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan,
pelaksanaan pelayanan kesehatan yang merupakan perwujudan dari paradigma sehat
pada saat ini lebih banyak dilaksanakan dipusat kesehatan masyarakat.
Desentralisasi
kesehatan di Indonesia secara lebih jelas dilaksanakan setalah dikeluarkannya
UU No. 22 tahun 1999, PP No. 25 tahun 2000, reta SE Menkes No.
1107/Menkes/EVII/2000. UU No.22 tahun 1999 pasal 1 ayat h menyebutkan “otonomi
daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat (termasuk bidang kesehatan), menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku”.
Menurut
atyran perundang-undangan dan dalam prakteknya, desentralisasi bidang kesehat
yang ada di Indonesia menganut semua jenis desentralisasi (dekonsentralisasi,
devolusi, delegasi dan privatisasi). Hal ini terlihat dari masih adanya
kewenangan pemerintah pusat yang didekontrasikan didaerah provinsi melalui
Dinas Kesehatan Provinsi, selain itu, berdasarkan SE Menkes/E/VII/2000
disebutkan beberapa tugas yang mungkin tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah
kabupaten/kota dapat diserahkan ke tingkat yang lebih tinggi. Upaya privatisasi
pelayanan kesehatan dan perusahaan pendukung pelayanan kesehatan juga sedang
giat dilakukan.
2. Hambatan sistem desentralisasi kesehatan
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pelaksanaan program desentralisasi di negara berkembang
(Rondinelli et al, 1987) antara lain sebagai berikut:
a.
Faktor politik
Penelitian
menunjukkan bahwa keberhasilan pelaksanaan desentralisasi keberhasilan
pelaksanaan desentralisasi kebijakan sangat tergantung pada faktor-faktor
politik. Politik yang kuat komitmen dan dukungan harus datang dari para
pemimpin nasional untuk perencanaan pemindahan, pengambilan keputusan dan
kewenangan manajerial untuk agen lapangan dan tingkat administrasi, atau ke
swasta sektor. Para pemimpin politik harus bersedia menerima partisipasi dalam
perencanaan dan pengelolaan organisasi lokal yang berada diluar kontrol
langsung dari pemerintah pusat atau politik yang dominan partai. Mendukung dan
komitmen untuk desentralisasi harus juga berasal dari instansi garis birokrasi
pusat, dan pusat pejabat pemrintah harus bersedia untuk mentransfer fungsi yang
sebelumnya dilakukan oleh mereka untuk organisasi lokal. Desentralisasi
biasanya membutuhkan kapasitas administratif dan teknis yang kuat dalam
instansi pemerintah pusat dan kementrian untuk melaksanakan fungsi pembangunan
nasional dan mendukung dengan memadai perencanaan, pemprograman, logistik,
personil dan sumber daya anggaran bidang mereka instansi dan tingkat
pemerintahan yang lebih rendah dalam melakukan fungsi desentralisasi.
b.
Faktor organisasi
Organisasi yang
kondusif untuk desentralisasi meliputi alokasi sesuai perncanaan dan fungsi adminstratif antara tingkat
pemerintah dan organisasi lokal dengan setiap fungsi sesuai dengan kemampuan
pengambilan keputusan dari masing-masing tingkat organisasi. Desentralisasi memerlukan
hukum, peraturan dan instruksi yang jelas. Garis hubungan antara tingkat
pemrintahan yang berbeda dan administrasi, alokasi fungsi antar unit
organisasi, peran dan tugas petugas disetiap tingkat, organisasi koperasi dan
swasta, dan keterbatasan mereka serta kendala.
Desentralisasi
harus didukumh oleh pengaturan hukum yang fleksibel, berdasarkan kriteria
kinerja, fungsi realokasi sebagai sumber daya dan kemampuan lokal organisasi
berubah seiring waktu. Jelas dan relatif perncanaan rumit dan prosedur manajemen
untuk memunculkan partisipasi pemimpin lokal dan warga dan untuk mendapatkan
kerjasama atau persetujuan dari penerima manfaat dalam formulasi, penilaian,
organisasi, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan prohram penyediaan juga
diperlukan.
c.
Faktor perilaku
stake holder
Kondisi perilaku
dan psikologi mendukung desentralisasi termasuk sikap yang tepat dan perilaku
pejabat pemerintah pusat dan tingkat lebih rendah terhadap desentralisasi
penyediaan jasa dan pemeliharaan, dan kemauan pada bagian mereka untuk berbagi
kewenangan dengan warga dan menerima mereka partisipasi dalam pengambilan
keputusan publik. Efektif berarti harus ditemukan untuk mengatasi perlawanan,
atau mendapat kerja sama dari elt lokal dan tokoh adat. Tingkat minimum
kepercayaan dan hormat harus diciptakan antara organisasi lokal dan pemerintah
pejabat dan saling pengakuan bahwa mampu melakukan fungsi tertentu dan
berpartisipasi secara efektif dalam berbagai aspek pembiayaan dan manajemen.
Kepemimpinan yang kuat harus dikembangkan dalam organisasi lokal dan perusahaan
swasta yang akan memungkinkan mereka untuk secara efektif menangani daerah dan
pusat pemerintah.
d.
Faktor SDA dan
finansial
Faktor sumber daya keuangan dan
manusia yang dibutuhkan untuk desentralisasi termasuk pemberian kewenangan yang
cukup untuk unit lokal organisasi administrasi atau pemerintah, koperasi dan
swasta untuk mendapatkan sumber keuangan yang memadai untuk memperolah
peralatan, perlengkapan, personil dan fasilitas yang diperlukan dalam rangka
memenuhi terdesentralisasi tanggung jawab. Pada akhirnya keberhasilan
desentralisasi kebijakan bergantung pada institusi kapasitas. Kapasitas
kelembagaan masyarakat lokal dan organisasi swasta untuk membiayai dan
mengelola pelayanan dan pemeliharaan, dan pemerintah pusat untuk memfasilitasi
dan mendukung desentralisasi, harus diperkuat (Rondinelli, Leonard, Uphoff,
1986). Secara umum, kapasitas dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk
mengantisipasi dan mempengaruhi perubahan, membuat keputusan, menarik dan
menyerap sumber daya dan mengelola sumber daya untuk mencapai tujuan.
3. Dampak
sistem desentralisasi kesehatan
Desentralisasi
pembangunan kesehatan .adanya kebijakan desentralisasi dalam bidang kesehatan
akan membawa implikasi yang luas bagi pemerintah daerah dan masyarakat..impilasi
tersebutdapat memberika dampak positif dan dampek negatif.dampak positif
desentralisasi pembangun kesehatan antara lain adalah sebagai berikut
·
Terwujudnnya
pembangunan kesehatan yang demokratis yanng berdasarkan atas aspirasi
masyarakat.
·
Pemerataan pembangunan
dan pelayanan kesehatan
·
Optimalisasi potensi
pemnangunan kesehatan di daerah yanng selama ini belum tergarap.
·
Memacu sikap inisiatif
dan kreatif aparatur pemerintah daerah yang selama ini hanya mengacu pada
petunjuk atasan.
·
Menumbuh kembangkan
pola kemandirian pelayanan kesehatan (termasuk pembiayan kesehatan)tanpa mengabaikan peran serta
sektor lain.
Dampak negatif muncul pada dinas
kesehatan yang selama ini terbiasa dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah pusat dihharuskan membuat program dan membuat kebijakan sendiri.
Jika pemerintah daerah tidak memiliki sumber daya yang handal dalam
menganalisis kebutuhan, mengevaluasi program, dan membuat program, maka program
ag dibuat tidak bermanfaat. Selain itu pengawasa daa menjadi hal yag harus
diperhatika untuk menghhindari penyelewengan anggara.
4. Peran
serta masyarakat dalam mendukung
kebijakan desentralisasi
makna substansial dan desentraslisasi
keseatan adalah peran serta masyarakat,maka adannya kebijakan desentraslisasi
akan memberi ruag dan waktu bagi masyarakatutuk mengemukakan pendapat dan
mengajuka usul berkennaa denngan pembangunann kesehatan di daerah.masyarakat
berhak dimintaai pendapatnya mengenai apa yanng terbaik bagi mereka dan apa
yang mereka butuhkan .organisasi sosial kemasyarakat,lembaga adat,tokohh
masyarakt,dan lembaga swadayya masyarakat(LSM) harus secara bersama sama dan
bahu membahu dengan pemerintah menjalankan
pembangunan kesehatan di daerahnya .pemerintah harus memberi akses yang sebesar-besarnya kepada masyarakat dapat
berperan sebagai pengawasan jalannya pembangunan kesehatan.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dengan
diterapkannya desentralisasi kesehatan di indonesia ,memberikan ruang yang
lebih bagi pemerintah daerah untuk dapat menyikapi sendiri permasalahan
kesehatanyang dihadapi di daerah tersebut.tentunya hal ini akan mempersempit
“lahan” deperteman kesehatan dalam melaksaakan kebijakan- kebijakan kesehatan
di indonesia.pola desentralissai dari pemerintah sebelumnya sudah begitu melekat
dalam praktek pemerintah sehingga akan menimbulakn konflik birokrasi jika
berhadapan dengan sistem desenralisasi pembangunan kesehatan bertujuan untuk
mengoptimalkan pembangunan kesehatan dengan cara lebih mendekatkan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat.dengan sistem desentralisasi ,diharapkan program
pembangunan kesehatann lebih efektif dan
efisien untuk menjawab kebututuhan kesehatan masyarakat.hl ini dimungkinkan
karena sistem desentralisasi tidak harus selalu menunggu kebijaka dari
pemerintah pusat.selain itu sistem desentralisasi juga memberi kewenangaan bagi
daerah untuk menentukan program serta
pengalokasian dana pembangunan kesehatan
di daerahnya.keterlibatan masyarakat (community involvement)menjadi kebutuhan
sistem ini untuk dapat lebih mengekplorasi kebutuhan dan potensi lokal.
2. Saran
Kesehatan harusnya menjadi bagian yang
menguntungkan dari pembangunan kesehatan, sehingga para pelaku
tenaga kesehatan dapat lebih terbuka dan profesional dalam menjalankan setiap
tugasnya .pemerintah perlu memperhatikan alokasi anggaan dari pendapatan yang
telah diterima,karena penempatan anggaran yang tepat dapat menunjang
pembangunan kesehatann di daerah.pemerintah juga perlu memperhatikan tenaga
kerja di pemerinntah dan dinas dinas kesehatan dalam menunjang desentralisasi.pemerintah
dan masyarakatbekerjasama dalam mengawasai demi menghidari terjadinya
penyelewengan dana dan hal hal yang mempenngaruhi tidak optimalnya pembangunan
kesehatan di daerah masing –masing.masalah sumber dana kesehatan saat
desentralisasi dilaksanakan dan kesiapan SDM yang ada serta perubahan peran
masing masing level (pusat provinsi,dan kabupate)di jajaran birokrasi perlu
perhatian lebih lanjut
DAFTAR PUSTAKA
Ariady
didy.2011.opini:dampak desentralisasi pada sistem kesehatan.
http://desentralisasi
-kesehatan .net
Fibionna,indra,2013.desentralisasi:hambatan
yang dihadapi di negara berkembang khususnya indonesia.
anthy
Comel. 2012. Pembiayaan kesehatan dalam
era desentralisasi kesehatan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar