Jumat, 06 Juni 2014

Administrasi Pembangunan (Administrasi Pembangunan Kesehatan di Indonesia)



BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar belakang
Desentralisasi merupakan fenomena yang kompleks dan sulit didefinisikan secara tegas. Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat terdesentralisasi. Pemerintah daerah bertanggungjawab atas sepertiga belanja negara dan setengah dari anggaran pembangunan. Pengeluaran dalam bidang pendidikan, kesehatan dan penyediaan infrastruktur juga merupakan tanggungjawab pemerintah daerah. Bahkan tega perempat dari pegawai negeri bekerja untuk pemerintah daerah. Fakta ini menempatkan Indonesia sebagai negara yang lebih terdesentralisasi dari kondisi rata-rata negara OECD dan negara Asia Timur lainnya, kecuali Cina. Bahkan sebegitu terdesentralisasinya Indonesia, sehingga pemerintahan hanya akan berfungsi dengan baik, jika desentralisasi dapat berjalan dengan baik.
Jika desentralisasi berjalan secara tertatih-tatih, maka berbagia penyediaan layanan publik, seperti kesehatan dan pendidikan, akan mengalami hambatan yang cukup berarti. Akibatnya kesenjangan antara si kaya dan si miskin akan semakin menajam. Bahkan stabilitas makro ekonomi dapat terancam karenanya. Berbagai pengalaman di Filifina dan kolumbia menunjukkan, bagaimana lemahnya kerangka desentralisasi yang dibangun dapat menyababkan penurunan dalam penyediaan layanan publik. Berbagai permasalahan makra ekonomi di Argentina dan Brasilia, sebagian besar juga dapat dikaitkan dengan buruknya pelaksanaan desentralisasi.
Salah satu hal penting dalam desentralisasi di Indonesi di tahun 1999 adalah desentralisasi fiskal. Secara teori, desentralisasi fiskal adalah pemindahan kekuasaan untuk mengumpulkan dan mengelola sumber daya finansial dan fiskal. Desentralisasi fiskal dapat dijadikan sebagai indikator mengenai berjalannya kebijakan desentralisasi. Sejarah telah mencacat bahwa pada akhir tahun 1970-an, indonesia melakukan desentralisasi dibidang kesehatan namun tidak disertai dengan desentralisasi fiskal. Akibatnya tidak terjadi pemindahan wewenang dari pemerintah pusat ke daerah. Bagian ini mengkaji apakah kebijakan desentralisasi fiskal berjalan, dan berusaha memahami prospek pembangunan kesahatan dalam era desentralisasi.





2.      Rumusan masalah
1)      Bagaimana proses sistem desntralisasi kesehatan di Indonesia?
2)      Apa saja hambatan dari proses sistem desentralisasi kesehatan di Indonesia?
3)      Bagaimana dampak sistem desentralisasi kesehatan di Indonesia?
4)      Bagaimana peran serta masyarakat dalam mendukung kebijakan desentralisasi?


3.      Tujuan penulisan
1)      Untuk mengetahui proses sistem desentralisasi kesehatan di Indonesia
2)      Untuk mengetahui hambatan dari proses sistem desentralisasi kesehatan di Indonesia.
3)      Untuk mengetahui dampak sistem desentralisasi kesehatan di Indonesia.
4)      Untuk mengetahui peran serta masyarakat dalam mendukung kebijakan desentralisasi.
















BAB II
PEMBAHASAN

1.      Sistem Desentralisasi
Sistem desentralisasi yang sekarang ini berlaku di Indonesia, membawa perubahan tersendiri dalam pembangunan kesehatan di Indonesia. Sesuai Undang-Undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan telah dicantumkan bahwa tujuan nasional pembangunan kesehatan adalah terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal berupa keadaan sejahteraan dari badan, jiwa dan sosial yang optimal, yang memungkinkan orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis, untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, bagi masyarakat diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan  kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pentembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan, pelaksanaan pelayanan kesehatan yang merupakan perwujudan dari paradigma sehat pada saat ini lebih banyak dilaksanakan dipusat kesehatan masyarakat.
Desentralisasi kesehatan di Indonesia secara lebih jelas dilaksanakan setalah dikeluarkannya UU No. 22 tahun 1999, PP No. 25 tahun 2000, reta SE Menkes No. 1107/Menkes/EVII/2000. UU No.22 tahun 1999 pasal 1 ayat h menyebutkan “otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat (termasuk bidang kesehatan), menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Menurut atyran perundang-undangan dan dalam prakteknya, desentralisasi bidang kesehat yang ada di Indonesia menganut semua jenis desentralisasi (dekonsentralisasi, devolusi, delegasi dan privatisasi). Hal ini terlihat dari masih adanya kewenangan pemerintah pusat yang didekontrasikan didaerah provinsi melalui Dinas Kesehatan Provinsi, selain itu, berdasarkan SE Menkes/E/VII/2000 disebutkan beberapa tugas yang mungkin tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota dapat diserahkan ke tingkat yang lebih tinggi. Upaya privatisasi pelayanan kesehatan dan perusahaan pendukung pelayanan kesehatan juga sedang giat dilakukan.





2.      Hambatan sistem desentralisasi kesehatan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program desentralisasi di negara berkembang (Rondinelli et al, 1987) antara lain sebagai berikut:

a.       Faktor politik
Penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan pelaksanaan desentralisasi keberhasilan pelaksanaan desentralisasi kebijakan sangat tergantung pada faktor-faktor politik. Politik yang kuat komitmen dan dukungan harus datang dari para pemimpin nasional untuk perencanaan pemindahan, pengambilan keputusan dan kewenangan manajerial untuk agen lapangan dan tingkat administrasi, atau ke swasta sektor. Para pemimpin politik harus bersedia menerima partisipasi dalam perencanaan dan pengelolaan organisasi lokal yang berada diluar kontrol langsung dari pemerintah pusat atau politik yang dominan partai. Mendukung dan komitmen untuk desentralisasi harus juga berasal dari instansi garis birokrasi pusat, dan pusat pejabat pemrintah harus bersedia untuk mentransfer fungsi yang sebelumnya dilakukan oleh mereka untuk organisasi lokal. Desentralisasi biasanya membutuhkan kapasitas administratif dan teknis yang kuat dalam instansi pemerintah pusat dan kementrian untuk melaksanakan fungsi pembangunan nasional dan mendukung dengan memadai perencanaan, pemprograman, logistik, personil dan sumber daya anggaran bidang mereka instansi dan tingkat pemerintahan yang lebih rendah dalam melakukan fungsi desentralisasi.
b.      Faktor organisasi
Organisasi yang kondusif untuk desentralisasi meliputi alokasi sesuai perncanaan  dan fungsi adminstratif antara tingkat pemerintah dan organisasi lokal dengan setiap fungsi sesuai dengan kemampuan pengambilan keputusan dari masing-masing tingkat organisasi. Desentralisasi memerlukan hukum, peraturan dan instruksi yang jelas. Garis hubungan antara tingkat pemrintahan yang berbeda dan administrasi, alokasi fungsi antar unit organisasi, peran dan tugas petugas disetiap tingkat, organisasi koperasi dan swasta, dan keterbatasan mereka serta kendala.
Desentralisasi harus didukumh oleh pengaturan hukum yang fleksibel, berdasarkan kriteria kinerja, fungsi realokasi sebagai sumber daya dan kemampuan lokal organisasi berubah seiring waktu. Jelas dan relatif perncanaan rumit dan prosedur manajemen untuk memunculkan partisipasi pemimpin lokal dan warga dan untuk mendapatkan kerjasama atau persetujuan dari penerima manfaat dalam formulasi, penilaian, organisasi, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan prohram penyediaan juga diperlukan.
c.       Faktor perilaku stake holder
Kondisi perilaku dan psikologi mendukung desentralisasi termasuk sikap yang tepat dan perilaku pejabat pemerintah pusat dan tingkat lebih rendah terhadap desentralisasi penyediaan jasa dan pemeliharaan, dan kemauan pada bagian mereka untuk berbagi kewenangan dengan warga dan menerima mereka partisipasi dalam pengambilan keputusan publik. Efektif berarti harus ditemukan untuk mengatasi perlawanan, atau mendapat kerja sama dari elt lokal dan tokoh adat. Tingkat minimum kepercayaan dan hormat harus diciptakan antara organisasi lokal dan pemerintah pejabat dan saling pengakuan bahwa mampu melakukan fungsi tertentu dan berpartisipasi secara efektif dalam berbagai aspek pembiayaan dan manajemen. Kepemimpinan yang kuat harus dikembangkan dalam organisasi lokal dan perusahaan swasta yang akan memungkinkan mereka untuk secara efektif menangani daerah dan pusat pemerintah.
d.      Faktor SDA dan finansial
Faktor sumber daya keuangan dan manusia yang dibutuhkan untuk desentralisasi termasuk pemberian kewenangan yang cukup untuk unit lokal organisasi administrasi atau pemerintah, koperasi dan swasta untuk mendapatkan sumber keuangan yang memadai untuk memperolah peralatan, perlengkapan, personil dan fasilitas yang diperlukan dalam rangka memenuhi terdesentralisasi tanggung jawab. Pada akhirnya keberhasilan desentralisasi kebijakan bergantung pada institusi kapasitas. Kapasitas kelembagaan masyarakat lokal dan organisasi swasta untuk membiayai dan mengelola pelayanan dan pemeliharaan, dan pemerintah pusat untuk memfasilitasi dan mendukung desentralisasi, harus diperkuat (Rondinelli, Leonard, Uphoff, 1986). Secara umum, kapasitas dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengantisipasi dan mempengaruhi perubahan, membuat keputusan, menarik dan menyerap sumber daya dan mengelola sumber daya untuk mencapai tujuan.

3.      Dampak sistem desentralisasi kesehatan
Desentralisasi pembangunan kesehatan .adanya kebijakan desentralisasi dalam bidang kesehatan akan membawa implikasi yang luas bagi pemerintah daerah dan masyarakat..impilasi tersebutdapat memberika dampak positif dan dampek negatif.dampak positif desentralisasi pembangun kesehatan antara lain adalah sebagai berikut
·         Terwujudnnya pembangunan kesehatan yang demokratis yanng berdasarkan atas aspirasi masyarakat.
·         Pemerataan pembangunan dan pelayanan kesehatan
·         Optimalisasi potensi pemnangunan kesehatan di daerah yanng selama ini belum tergarap.
·         Memacu sikap inisiatif dan kreatif aparatur pemerintah daerah yang selama ini hanya mengacu pada petunjuk atasan.
·         Menumbuh kembangkan pola kemandirian pelayanan kesehatan (termasuk pembiayan  kesehatan)tanpa mengabaikan peran serta sektor lain.

Dampak negatif muncul pada dinas kesehatan yang selama ini terbiasa dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dihharuskan membuat program dan membuat kebijakan sendiri. Jika pemerintah daerah tidak memiliki sumber daya yang handal dalam menganalisis kebutuhan, mengevaluasi program, dan membuat program, maka program ag dibuat tidak bermanfaat. Selain itu pengawasa daa menjadi hal yag harus diperhatika untuk menghhindari penyelewengan anggara.

4.      Peran serta  masyarakat dalam mendukung kebijakan desentralisasi
makna substansial dan desentraslisasi keseatan adalah peran serta masyarakat,maka adannya kebijakan desentraslisasi akan memberi ruag dan waktu bagi masyarakatutuk mengemukakan pendapat dan mengajuka usul berkennaa denngan pembangunann kesehatan di daerah.masyarakat berhak dimintaai pendapatnya mengenai apa yanng terbaik bagi mereka dan apa yang mereka butuhkan .organisasi sosial kemasyarakat,lembaga adat,tokohh masyarakt,dan lembaga swadayya masyarakat(LSM) harus secara bersama sama dan bahu membahu dengan pemerintah menjalankan  pembangunan kesehatan di daerahnya .pemerintah harus memberi akses  yang sebesar-besarnya kepada masyarakat dapat berperan sebagai pengawasan jalannya pembangunan  kesehatan.









BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Dengan diterapkannya desentralisasi kesehatan di indonesia ,memberikan ruang yang lebih bagi pemerintah daerah untuk dapat menyikapi sendiri permasalahan kesehatanyang dihadapi di daerah tersebut.tentunya hal ini akan mempersempit “lahan” deperteman kesehatan dalam melaksaakan kebijakan- kebijakan kesehatan di indonesia.pola desentralissai dari pemerintah sebelumnya sudah begitu melekat dalam praktek pemerintah sehingga akan menimbulakn konflik birokrasi jika berhadapan dengan sistem desenralisasi pembangunan kesehatan bertujuan untuk mengoptimalkan pembangunan kesehatan dengan cara lebih mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.dengan sistem desentralisasi ,diharapkan program pembangunan kesehatann  lebih efektif dan efisien untuk menjawab kebututuhan kesehatan masyarakat.hl ini dimungkinkan karena sistem desentralisasi tidak harus selalu menunggu kebijaka dari pemerintah pusat.selain itu sistem desentralisasi juga memberi kewenangaan bagi daerah untuk menentukan  program serta pengalokasian dana pembangunan  kesehatan di daerahnya.keterlibatan masyarakat (community involvement)menjadi kebutuhan sistem ini untuk dapat lebih mengekplorasi kebutuhan dan potensi lokal.
2.      Saran
Kesehatan harusnya menjadi bagian yang menguntungkan dari pembangunan kesehatan, sehingga para pelaku tenaga kesehatan dapat lebih terbuka dan profesional dalam menjalankan setiap tugasnya .pemerintah perlu memperhatikan alokasi anggaan dari pendapatan yang telah diterima,karena penempatan anggaran yang tepat dapat menunjang pembangunan kesehatann di daerah.pemerintah juga perlu memperhatikan tenaga kerja di pemerinntah dan dinas dinas kesehatan dalam menunjang desentralisasi.pemerintah dan masyarakatbekerjasama dalam mengawasai demi menghidari terjadinya penyelewengan dana dan hal hal yang mempenngaruhi tidak optimalnya pembangunan kesehatan di daerah masing –masing.masalah sumber dana kesehatan saat desentralisasi dilaksanakan dan kesiapan SDM yang ada serta perubahan peran masing masing level (pusat provinsi,dan kabupate)di jajaran birokrasi perlu perhatian lebih lanjut  





DAFTAR PUSTAKA
Ariady didy.2011.opini:dampak desentralisasi pada sistem kesehatan.
http://desentralisasi -kesehatan .net
Fibionna,indra,2013.desentralisasi:hambatan yang dihadapi di negara berkembang khususnya indonesia.
anthy Comel. 2012. Pembiayaan kesehatan dalam era desentralisasi kesehatan masyarakat.